Selasa, 09 April 2024

Kehadiran saya tidak begitu penting bagi mereka

Semakin lama saya hidup. Saya merasa kehadiran saya seperti gak dianggap di keluarga sendiri kecuali nenek yang saya anggap menyayangi saya. 

Kehadiran saya seperti gak berguna, rasanya ingin sekali mati. Toh gak ada yang peduli jika saya mati. Kalaupun saya mati gak begitu pengaruh bagi keluarga saya baik itu perekonomian maupun lainnya. Dan kehidupan keluarga saya masih bisa berjalan seperti biasa tanpa kehadiran saya. 

Saya gak punya banyak temen dan gak terlalu suka bergaul jadi gak begitu meninggalkan luka yang mendalam bagi mereka. 

Siapa yang peduli dengan saya? Gak ada. 

Saya sendiri merasa kehadiran saya lebih seperti babu daripada anak di keluarga sendiri. Begitu saya di dekat mereka saya sering kali disuruh-suruh. Padahal maksud saya untuk mendekati mereka itu ingin sekali diajak berbicara (deep talk). Daripada saya seperti itu lebih baik saya di kamar saja mendengarkan musik sambil scroll HP. 
Saya merasa nyaman seperti itu. 
Saya sering kali merasa kosong walaupun saya bersama mereka. 

Kondisi Mentalku Bermasalah

Seringkali menemui di media sosial banyak yang speak up tentang mental health tapi belum pernah periksa ke psikiater bahkan ada yang menvonis sendiri punya penyakit mental. 

Kalau saya sendiri merasa saya sakit mental setelah mengatakan itu saya diantar mama saya ke psikiater setelah dari sana, ya saya beneran punya penyakit mental bahkan saya divonis depresi berat. Beneran saya gak bohong. Kemudian saya dikasih obat depresi. Penyakit depresi yang dibutuhkan support orang-orang sekitar tidak hanya sekedar diberi obat. 
Saya struggle sendirian untuk bisa melawan penyakit saya ini. Yang baru saya sadari, ketika saya sudah dewasa.
Cara saya untuk melawan ya mendengarkan musik cadas, musik up beat lainnya dan menulis. Tapi apa daya, saya gak ada support sama sekali hingga muncul pikiran keinginan untuk mati itu muncul kembali. 

Ibaratkan seperti penyakit jantung yang diberi obat dokter kalau pola hidup gak diperbaiki ya sama aja. Pola hidup yang dimaksud tetap merokok, makan sembarangan, gak olahraga dsbnya. 

Semakin lama saya sadari. Saya merasa kehadiran saya gak berguna dan saya mikir lebih baik saya mati duluan. Toh saya juga gak meninggalkan harta dan tanggungan anak. Walaupun punya rumah atas nama saya, saya gak peduli. Saya sudah terlalu lelah berhadapan dengan penyakit mental ini. 

Akhir-akhir ini saya dapat info dari guru UKS mengenai masalah mental dengan install aplikasi si jiwa tentu saja menarik minat saya yang emang dasarnya sudah kena penyakit mental. Setelah saya install dan mencoba tesnya hasilnya kondisi mental saya gak baik-baik saja seperti muncul kata-kata hubungi faskes terdekat.